Langsung ke konten utama

Praanggapan, Implikatur, Inferensi dan Dieksis



PRAANGGAPAN, IMPLIKATUR, INFERENSI DAN DIEKSIS
Oleh: Syifa Lailatul Maghfiroh/156068/PBSI 2015-A

                        Menurut Brown dan Yule, 1983 (Rani, Abdul. Dkk. 2006: 167) mengemukakan bahwa menganalisis wacana semestinya menggunakan pendekatan pragmatis untuk memahami pemakaian bahasa, untuk menganalisis tersebut membutuhkan konsep yang berkaitan dengan konteks wacana antara lain praanggapan, implikatur dan inferensi dieksis.
                        Praanggapan memegang peranan penting dalam menetapkan keruntutan (koherensi) wacana. Menurut Filmore, 1981 (Rani, Abdul. Dkk. 2006: 168) dalam setiap percakapan selalu digunakan tingkat-tingkat komunikasi yang implisit atau praanggapan dan eksplisit atau ilokusi.  Kesalahan membuat praanggapan mempunyai efek dalam ujaran manusia. Dengan kata ain, praanggapan yang tepat dapat mempertinggi nilai komunikasi sebuah ujaran yang diungkapkan. Dalam menafsirkan kalimat-kalimat yang tidak berterima, pengertian praanggapan sangat berguna meskipun kalimat itu benar secara gramatikal dilihat dari segi strukturnya. Kalimat seperti “mobil itu sakit” adalah kalimat yang tidak berterima meskipun hal itu benar dipandang dari segi strukturnya. Ujaran yang dapat diterima adalah “orang itu sakit”. Alasan untuk menerima ujaran tersebut adalah kita menerima praanggapan bahwa hanya yang bernyawa atau hidup yang dapat sakit.
                        Implikatur merupakan konsep yang dikenalkan pertama kali oleh H.P Grice untuk memecahkan persoalan makna bahasa yang tidak dapat diselesaikan oleh teori semantic biasa. Menurut Brown dan Yule, 1983: 31 menyatakan bahwa implikatur diapakai untuk memperhitungkan apa yang disarankan atau apa yang dimaksud oleh penutur sebagai hal yang berbeda dari apa yang dinyatakan secara harfiah (Rani, Abdul. Dkk. 2006: 170). Implikatur percakapan mengutip prinsip kerja sama atau kesepakatan bahwa hal yang dibicarakan oleh partisipan harus saling berkaitan satu sama lain. Menurut Levinson, 1983 (Rani, Abdul. Dkk. 2006: 173) ada empat macam faedah konsep implikatur yaitu: (1) dapat memberikan penjelasan makna atau fakta-fakta kebahasaan yang tidak terjangkau oleh teori-teori linguistic, (2) dapat memberikan penjelasan yang tegas tentang perbedaan lahiriah dari yang dimaksud si pemakai bahasa, (3) dapat memberikan pemerian semantic yang sederhana tentang hubungan klausa yang dihubungkan dengan kata penghubung yang sama, (4) dapat memberikan berbagai fakta yang secara lahiriah kelihatan tidak berkaitan malah berlawanan. Berdasarkan keterangan tersebut, jelas bahwa kalimat-kalimat yang secara lahiriah tidak berkaitan tetapi bagi orang yang engerti penggunaan bahasa itu dapat menangkap pesan yang disampaikan oleh pembicara.
   Inferensi atau penarikan kesimpulan dapat dikatakan sebagai proses interpretasi yang ditentukan oleh situasi dan konteks percakapan. Dengan inferensi, pendengar menduga kemauan penutur dan, dengan itu pula, pendengar meresponsnya. Dengan begitu, inferensi tidak hanya ditentukan oleh kata-kata pendukung ujaran, malainkan juga didukung oleh konteks dan situasi. Sering terjadi apa yang dimaksud penutur tidak sama dengan apa yang dianggap oleh pendengar sehingga terkadang jawaban si pendengar tidak dapat merespons balik atau sering juga terjadi si penutur mengulang kambali ujarannya dengan cara atau kalimat yang lain supaya dapat ditanggapi pendengar. Mungkin, apa yang dimkasud penutur tidak dapat ditanggapai pendengar seluruhnya. Gagasan yang ada dalam otak penutur direalisasikan dalam bentuk kalimat-kalimat. Kalau tidak pandai-pandai menyusun kalimat atau tidak pendai-pandai menanggapinya maka akan terjadi kesalahpahaman.
Dieksis adalah cara merujuk pada suatu hal yang berkaitan erat dengan konteks penutur (Kushartanti, 2009: 111). Ada tiga jenis dieksis, yaitu dieksis ruang, dieksis persona dan dieksis waktu. Ketiga jenis dieksis ini bergantung pada interpretasi penutur dan mitra tutur, atau penulis dan pembaca, yang berada didalam konteks yang sama. Dieksis ruang berkaitan dengan lokasi penutur dan mitra tutur yang terlibat didalam interaksi misalnya disini, disitu dan disana. Titik tolak penutur diungkapkan dengan ini dan itu. Dieksis yang kedua yaitu dieksis persona. Dieksis Persona dapat dilihat pada bentuk-bentuk pronomina. Bentuk-bentuk pronomina itu dibedakan atas pronomina orang pertama, pronomina orang kedua, dan pronomina orang ketiga. Jenis dieksis yang ketiga yaitu dieksis waktu yang berkaitan dengan waktu relatif penutur atau penulis dan mitra tutur atau pembaca.
Jadi, dapat disimpulkan bahwa terdapat beberapa konsep yang berkaitan dengan konteks wacana yang diperlukan dalam analisis wacana antara lain praanggapan, implikatur, inferensi dan dieksis. Praanggapan adalah sesuatu yang dijadikan oleh si penutur sebagai dasar penuturnyaa. Implikatur adalah makna tidak langsung atau makna tersirat yangditimbulkan oleh apa yang terkatakan (eksplikatur). Menggunakan implikatur dalam berkomunikasi berarti menyatakan sesuatu secara tidak langsung. Inferensi diartikan sebagai penarikan simpulan. Dieksis adalah cara merujuk pada suatu hal yang berkaitan erat dengan konteks penutur. Dieksis dibagi menjadi tiga, yaitu dieksis ruang, dieksis persona dan dieksis waktu.

Contoh Praanggapan:
Ayah saya datang dari Surabaya.
Praanggapannya adalah (1) saya mempunyai ayah, (2) ayah ada di Surabaya.

Contoh Implikatur:
Dia orang Madura karena itu dia pemberani.
Berdasarkan contoh tersebut, penutur tidak secara langsung menyatakan bahwa suatu ciri (pemberani) disebabkan oleh ciri lain (jadi orang Madura), tetapi bentuk ungkapan yang dipakai secara konvensional berimplikasi bahwa hubungan sepeprti itu ada.

Contoh Inferensi:
(a)    Zainal berangkat ke sekolah hari Senin yang lalu
(b)   Dia benar-benar cemas dengan pelajaran matematika
Kebanyakan oarng yang diminta untuk membaca kalimat itu menganggap bahwa Zainal adalah seorang murid, karena informasi tersebut tidak langsung dinyatakan dalam teks, informasi itu disebut interferensi.
(c)    Minggu yang lalu, dia tidak dapat mengendalikan kelasnya
Setelah mengetahui kalimat itu, ternyata Zainal adalah seorang guru.

Contoh Dieksis:
  1. Dieksis ruang              : istirahatlah kamu disini!
  2. Dieksispersona            : dia makan buah anggur.
  3. Dieksis waktu             : dia mengungkapkan perasannya kemarin.

Sumber

Khushartanti, Dkk. 2009. Pesona Bahasa Langkah Awal Memahami Linguistik.
Jakarta: PTGramedia Pustaka Utama.

Rani, Abdul Dkk. 2006. Analisis Wacana Sebuah Kajian Bahasa dalam Pemakaian.
Jawa Timur: Bayumedia Publishing.

Tarigan, Henry G. 2009. Pengajaran Wacana. Bandung: Angkasa.



Komentar

Postingan populer dari blog ini

Klasifikasi morfem dan Morfem dasar, pangkal, dan akar

NAMA             : SYIFA LAILATUL M KELAS            : BAHTRA 2015 A NIM                 :156068   1.      Klasifikasi morfem Dalam kajian morfologi biasanya dibedakan dengan beberapa morfem berdasarkan kriteria tertentu, antara lain: a.       Morfem bebas dan terikat Morfem ini dibedakan berdasarkan kebebasannya untuk dapat digunakan langsung dalam pertuturan. Morfem bebas adalah morfem yang dapat berdiri sendiri yaitu bisa terdapat sebagai suatu kata . Contoh morfem {makan}, {satu}. Sedangkan morfem terikat adalah morfem yang tidak terdapat sebagai kata tetapi selalu dirangkaikan dengan satu atau lebih morfem yang lain menjadi satu kata. Contoh {bersatu}. (Verhaar: 1992, 52-53) Morfem bebas dapat digunakan langsung da...

KONVERSI, MODIFIKASI INTERNAL, DAN SUPLESI

NAMA             : SYIFA LAILATUL M KELAS            : BAHTRA 2015 A NIM                 : 156068 KONVERSI, MODIFIKASI INTERNAL, DAN SUPLESI a.       Konversi Berdasarkan Abdul Chaer (2008: 235-247) Konversi merupakan proses pembentukan kata dari sebuah dasar berkategori tertentu menjadi dasar berkategori lain tanpa mengubah bentuk fisik dari dasar itu. Contoh: Petani membawa cangkul ke sawah. (kalimat pertama) Cangkul dulu tanah itu, baru ditanami. (kalimat kedua) Kalimat pertama merupakan kalimat yang bermodus deklaratif berkategori nomina, sedangkan pada kalimat kedua merupakan kalimat imperative berkategori verba. Masalah kita sekarang mengapa hal ini   bisa terjadi, sebuah nomina tanpa perubahan fisik menjadi sebuah verba, walaupun dalam modus kalimat yang ...

REDUPLIKASI

NAMA             : SYIFA LAILATUL M NIM                 : 156068 KELAS            : BAHTRA 2015 A REDUPLIKASI             Reduplikasi merupakan peristiwa pembentukan kata dengan jalan mengulang bentuk dasar, baik seluruhnya maupun sebagian, baik bervariasi fonem maupun tidak, baik berkombinasi dengan afiks maupun tidak. (Masnur Muslich: 1990,48) Reduplikasi atau perulangan merupakan proses pengulangan kata atau unsure kata. Reduplikasi merupakan proses penurunan kata dengan perulangan utuh maupun sebagian. Reduplikasi dapat dibagi menjadi beberapa, antara lain: 1.      Reduplikasi Fonologis Menurut Abdul Chaer (2008: 179) reduplikasi fonologi berlangsung terhadap dasar yang bukan akar atau bentuk yang statusnya lebih ...