Langsung ke konten utama

Kohesi, Koherensi dan Pirantinya

PENGERTIAN KOHESI DAN KOHERENSI SERTA PIRANTINYA
Oleh: Syifa Lailatul Maghfiroh/156068/PBSI 2015-A

                        Menurut Kridalaksana, 1984: 208 (Tarigan, 2009: 24) menjelaskan bahwa wacana merupakan satuan bahasa terlengkap, dalam hierarki gramatikal merupakan satuan gramatikal tertinggi atau terbesar. Wacana ini deralisasikan dalam bentuk karangan yang utuh (novel, buku, seri ensiklopedia, dan sebagainya), paragraph, kalimat atau kata yang membawa alamat yang lengkap. Wacana dapat diartikan sebagai gabungan dari beberapa kalimat dimana memiliki makna dan maksud yang terdapat didalamnya. Sehingga dapat disebut bahwa wacana merupakan satuan bahasa yang lengkap. Gabungan tersebut tentunya telah mencakup unsure kebahasaan yang lainnya. Sebuah wacana juga harus memenuhi kohesi dan koherensi agar membentuk suatu wacana yang baik.
Kohesi wacana ditentukan oleh hubungan yang tampak antar bagiannya. Sedangkan koherensi adalah kepaduan hubungan maknawi antara bagian-bagian dalam wacana. Kepaduan (kohesi) dan kerapian (koherensi) merupakan unsure hakikat wacana yang turut menentukan keutuhan wacana. Kata kohesi tersirat pengertian kepaduan, keutuhan, dan kata koherensi terkandung pengertian pertalian dan hubungan. Jika dikaitkan dalam aspek bentuk dan makna, dapat dikatakan bahwa kohesi mengacu pada aspek bentuk, dan koherensi pada aspek makna.
Gutwinsky, 1976: 26 (Tarigan, 2009: 93) menyatakan bahwa kohesi adalah hubungan antar kalimat dalam sebuah wacana, baik dalam strata gramatikal maupun dalam strata leksikal tertentu. Menurut Halliday dan Hassan, 1976 (Rani, Abdul. Dkk. 2006: 94) unsure kohesi terdiri atas dua macam, yaitu unsur gramatikal dan leksikal. Hubungan gramatikal itu dapat diklasifikasikan berdasarkan bentuk bahasa yang digunakan. Hubungan gramatikal itu dibedakan menjadi referensi, substitusi, elips dan konjungsi. Sedangkan hubungan leksikal diciptakan dengan menggunakan bentuk-bentuk leksikal seperti reiterasi dan kolokasi. Kohesi gramatikal merupakan kohesi yang melibatkan penggunaan unsure-unsur kaidah bahasa. Yang termasuk dalam kohesi gramatikal yaitu referensi yang berarti hubungan antara kata dengan benda. Halliday dan Hassan, 1979 (Rani, Abdul. Dkk. 2006: 97-98) membedakan referensi menjadi dua macam yaitu eksoforis dan endoforis. Referensi eksoforis mengacu terhadap hal yang terdapat diluar bahasa misalnya manusia, hewan, alam sekitar pada umumnya. Sedangkan referensi endoforis mengacu terhadap hal yang terdapat didalam teks dengan menggunakan pronomina. Selain referensi, dalam kohesi gramatikal juga terdapat substitusi (pengganti) yang merupakan penyulihan suatu unsure wacana dengan unsure lain yang acuannya tetap sama, dalam hubungan antar bentuk kata atau bentuk lain yang lebih besar daripada kata seperti frase atau klausa. Substitusi merupakan hubungan yang terdapat pada level tata bahasa dan kosa kata, dengan alat penyulihannya berupa kata, frasa atau klausa yang maknanya berbeda dari unsure substitusinya. Penggantian atau penyulihan itu dapat berupa kata ganti orang, tempat dan sesuatu hal. Selain itu, juga terdapat piranti konjungsi yang berfungsi untuk merangkaikan atau mengikat beberapa proporsi dalam wacana agar perpindahan ide dalam wacana itu terasa lembut (Rani, Abdul. Dkk. 2006: 107). Piranti kohesi yang selanjutnya yaitu piranti urutan waktu. Urutan waktu dapat dimulai dari proporsi yang menunjukkan tahap awal dan dilanjutkan oleh tahap berikutnya. Misalnya menggunakan frase mula-mula, setelah itu, akhirnya.
Piranti selanjutnya yaitu piranti pilihan. Menurut Rani, Abdul. Dkk. 2006: 112 mengemukakan bahwa piranti pilihan ini digunakan untuk menyatakan dua proporsi berurutan yang menunjukkan hubungan pilihan, dan kata yang sering digunakan yaitu atau. Berbeda dengan piranti alahan, piranti ini digunakan pada sebuah peristiwa atau hal yang sering menyebabkan peristiwa lain tiba-tiba (diluar dugaan/perhitungan) tidak menyebabkan terjadinya sesuatu peristiwa seperti biasanya. Frasa yang digunakan yaitu meskipun demikian, meskipun begitu, biarpun demikian, biarpun begitu. Piranti gramatikal yang selanjutnya yaitu piranti paraphrase. Piranti ini digunakan apabila proporsi yang diungkapkan itu tidak berbeda dengan sebelumnya, biasanya digunakan piranti kohesi berupa frase dengan kata lain dan dengan perkataan lain. Selain itu juga terdapat piranti ketidak serasian yang biasanya menggunakan kata sebaliknya atau namun. Pada piranti sbab-akibat menggunakan kata akibatnya, oleh sebab itu, oleh karena itu. Kohesi gramatikal juga mengandung elips atau pelesapan misalnya pada kalimat pertentangn yang ditandai dengan adanya kata tetapi atau namun. Kemudian pada perkecualian terdapat kata kecuali, dan sebagainnya. Selain beberapa macam kohesi gramatikal diatas, terdapat konjungsi yang digunakan untuk menggabungkan kata dengan kata, frasa dengan frasa, klausa dengan klausa, kalimat dengan kalimat dan paragraf dengan paragraf (Kridalaksana, 1984: 105 dalam Tarigan, 2009: 97). Konjungsi berfungsi untuk merangkaikan atau mengikat beberapa proporsi dalam wacana agar perpindahan ide dalam wacana itu terasa lembut. Sesuai dengan fungsinya, konjungsi bahasa Indonesia dapat digunakan untuk merangkaikan ide, baik dalam satu kalimat (intrakalimat) maupun antarkalimat (Rani, Abdul. Dkk. 2006: 107). Selain kohesi gramatikal juga terdapat kohesi leksikal yang terdiri atas dua macam yaitu pertama, reiterasi (pengulangan) yang digunakan dengan mengulang sesuatu proporsi atau bagian dari proporsi.  Reiterasi meliputi repetisi (ulangan) dan ulangan hiponim. Kedua, kolokasi kata yang menunjukkan adanya hubungan kedekatan tempat (lokasi).
Wacana juga harus mengandung koherensi yang menurut Wohl, 1978: 25 (Rani, Abdul. Dkk. 100) menyatakan bahwa koherensi adalah pengaturan secara rapi kenyataan dan gagasan, fakta dan ide menjadi suatu untaian yang logis sehingga kita mudah memahami pesan yang dikandungnya.  Koherensi sebuah wacana tidak hanya terletak pada adanya piranti kohesi. Disamping piranti kohesi, masih banyak faktor lain yang memungkinkan terciptanya koherensi itu, antara lain latar belakang pengetahuan pemakai bahasa atau bidang permasalahan, pengetahuan atas latar belakang budaya dan sosial. Hubungan kohesi dan keherensi sangat erat. Dijelaskan oleh Rentel, 1986: 280-293 (Rani, Abdul. Dkk. 2006: 91) bahwa kohesi berfungsi untuk menghubungkan bagian-bagian dalam teks sehingga sangat penting untuk menginterpretasikan sebuah teks. Kohesi dapat membantu analis untuk memahami makna ujaran atau kalimat dan kohesi hanya merupakan salah satu cara untuk membentuk koherensi.
Jadi, dapat disimpulkan bahwa kohesi dan koherensi merupakan unsure wacana yang penting. Kedua unsure itu digunakan untuk membangun teks yang baik. Wacana yang baik ditandai dengan adanya hubungan semantic antar unsure bagian dalam wacana. Hubungan tersebut disebut dengan hubungan koherensi. Hubungan koherensi dapat dicipyakan dengan menggunakan hubungan kohesi. Hubungan tersebut dapat dilihat melalui penggunaan piranti kohesi dan koherensi.




Contoh wacana:
Wacana yang termasuk dalam wacana yang kohesi dan koherensi karena setiap kalimat memiliki penjelasan secara rinci dan termasuk dalam wacana yang padu karena hampir semua kalimat berhubungan satu sama lain.

            Bahasa sehari-hari merupakan bahasa yang dipakai dalam pergaulan dan percakapan sehari-hari. Pada umumnya, bentuk bahasa yang dipakai sederhana dan singkat. Kata-kata yang digunakanpun tidak banyak jumlah dan ragamnya. Kata-kata yang dipakai hanyalah kata-kata yang lazim dan umum dalam pergaulan sehari-hari, misalnya kata bilang, bikin, ngapain, ngerjain. Kata itu hanya cocok dipakai dalam percakapan. Sering juga kata-kata yang digunakan itu menyimpang dari pola kaidah yang benar, misalnya dibikin betul (dibetulkan), ngliatin (melihat), dan belum liat (belum melihat). Bahkan lafalnyapun sering menyimpang.


Sumber:
Rani, Abdul. Dkk. 2006. Analisis Wacana Sebuah Kajian Bahasa dalam Pemakaian. Jawa Timur: Bayumedia Publishing.

Tarigan, Henry Guntur. 2009. Pengajaran Wacana. Bandung: Angkasa.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Klasifikasi morfem dan Morfem dasar, pangkal, dan akar

NAMA             : SYIFA LAILATUL M KELAS            : BAHTRA 2015 A NIM                 :156068   1.      Klasifikasi morfem Dalam kajian morfologi biasanya dibedakan dengan beberapa morfem berdasarkan kriteria tertentu, antara lain: a.       Morfem bebas dan terikat Morfem ini dibedakan berdasarkan kebebasannya untuk dapat digunakan langsung dalam pertuturan. Morfem bebas adalah morfem yang dapat berdiri sendiri yaitu bisa terdapat sebagai suatu kata . Contoh morfem {makan}, {satu}. Sedangkan morfem terikat adalah morfem yang tidak terdapat sebagai kata tetapi selalu dirangkaikan dengan satu atau lebih morfem yang lain menjadi satu kata. Contoh {bersatu}. (Verhaar: 1992, 52-53) Morfem bebas dapat digunakan langsung da...

KONVERSI, MODIFIKASI INTERNAL, DAN SUPLESI

NAMA             : SYIFA LAILATUL M KELAS            : BAHTRA 2015 A NIM                 : 156068 KONVERSI, MODIFIKASI INTERNAL, DAN SUPLESI a.       Konversi Berdasarkan Abdul Chaer (2008: 235-247) Konversi merupakan proses pembentukan kata dari sebuah dasar berkategori tertentu menjadi dasar berkategori lain tanpa mengubah bentuk fisik dari dasar itu. Contoh: Petani membawa cangkul ke sawah. (kalimat pertama) Cangkul dulu tanah itu, baru ditanami. (kalimat kedua) Kalimat pertama merupakan kalimat yang bermodus deklaratif berkategori nomina, sedangkan pada kalimat kedua merupakan kalimat imperative berkategori verba. Masalah kita sekarang mengapa hal ini   bisa terjadi, sebuah nomina tanpa perubahan fisik menjadi sebuah verba, walaupun dalam modus kalimat yang ...

REDUPLIKASI

NAMA             : SYIFA LAILATUL M NIM                 : 156068 KELAS            : BAHTRA 2015 A REDUPLIKASI             Reduplikasi merupakan peristiwa pembentukan kata dengan jalan mengulang bentuk dasar, baik seluruhnya maupun sebagian, baik bervariasi fonem maupun tidak, baik berkombinasi dengan afiks maupun tidak. (Masnur Muslich: 1990,48) Reduplikasi atau perulangan merupakan proses pengulangan kata atau unsure kata. Reduplikasi merupakan proses penurunan kata dengan perulangan utuh maupun sebagian. Reduplikasi dapat dibagi menjadi beberapa, antara lain: 1.      Reduplikasi Fonologis Menurut Abdul Chaer (2008: 179) reduplikasi fonologi berlangsung terhadap dasar yang bukan akar atau bentuk yang statusnya lebih ...