Langsung ke konten utama

Teks, Koteks dan Konteks



TEKS, KOTEKS DAN KONTEKS
Oleh: Syifa Lailatul Maghfiroh/156068/PBSI 2015 A

Menurut Kridalaksana, 1984: 208 (Tarigan, 2009: 24) menjelaskan bahwa wacana merupakan satuan bahasa terlengkap, dalam hierarki gramatikal merupakan satuan gramatikal tertinggi atau terbesar. Wacana ini direalisasikan dalam bentuk karangan yang utuh (novel, buku, seri ensiklopedia, dan sebagainya), paragraf, kalimat atau kata yang membawa alamat yang lengkap. Penulisan wacana harus memenuhi prasyarat atau beberapa syarat sehingga dapat membentuk suatu wacana yang jelas dan padu karena didalam suatu wacana harus mengandung informasi, tema, gagasan, amanat, pokok pikiran, maksud dan topik. Selain beberapa prasyarat diatas, sebuah wacana juga harus mengandung koteks dan konteks. Penulisan wacana harus jelas atau biasa disebut dengan koteks serta harus memiliki makna yang sehingga dapat menggambarkan situasi atau biasa disebut dengan konteks. Kedua hal tersebut sangat dibutuhkan untuk menyusun teks dalam suatu wacana.
Kridalaksana (2011: 238) dalam kamus Linguistiknya berpendapat mengenai teks bahwa teks merupakan (1) satuan bahasa terlengkap yang bersifat abstrak. Bersifat abstrak karena sebuah teks dapat memiliki banyak makna sesuai penafsiran pembaca. (2) deretan kalimat, kata, dan sebagainya yang membentuk ujaran. (3) ujaran yang dihasilkan dalam interaksi manusia. Sebuah teks mengandung koteks dan konteks dimana terdapat makna yang terkandung didalamnya sesuai dengan penafsiran pembaca yang kemudian teks tersebut akan menjadi sebuah ujaran dalam tindak tutur manusia untuk berkomunikasi. Jadi sebuah teks merupakan sesuatu yang abstrak yang didalamnya mengandung kata, kalimat, makna serta situasi yang berupa bahasa lisan atau tulisan yang belum Nampak maksudnya yang besifat sinkronis maupun diakronis serta terdapat informasi yang ingin disampaikan didalamnya. Teks dalam suatu wacana harus memiliki koteks maupun konteks. Kridalaksana (2011: 137) juga berpendapat mengenai koteks yaitu sebagai kalimat atau unsur-unsur yang mendahului dan/atau mengikuti sebuah unsure lain dalam wacana. Koteks merupakan sesuatu yang mengikuti teks dan bersifat sejajar dengan teks tersebut.
Selain koteks, sebuah teks dalama wacana juga harus memiliki konteks. Dimana konteks merupakan makna yang terdapat dalam teks. Menurut Kridalaksana (2011: 134) menjelaskan bahwa konteks merupakan aspek-aspek lingkungan fisik atau sosial yang kait mengait dengan ajaran tertentu. Sedangkan menurut Halliday dan Hassan, 1985: 5 (Rani, Abdul. Dkk. 2006: 188-189) yang dimaksud dengan konteks wacana yaitu teks yang menyertai teks lain. menurut kedua penulis itu, pengertian hal yang menyertai teks itu meliputi tidak hanya yang dilisankan dan dituliskan, tetapi termasuk pula kejadian-kejadian yang nirkata (nonverbal) lainnya keseluruhan lingkungan teks itu. Konteks sangan menentukan makna suatu ujaran. Apabila konteks berubah, maka berubah pulalah makna suatu ujaran. Syafi’ie, 1990: 126 (Rani, Abdul. Dkk. 2006: 190) Konteks pemakaian bahasa dapat dibedakan menjadi empat macam yaitu (1) konteks fisik yang meliputi tempat terjadinya pemakaian bahasa dalam suatu komunikasi, (2) konteks epistemis atau latar belakang pengetahuan yang sama-sama diketahui oleh penutur dan mitra tuturnya, (3) konteks linguistic yang terdiri atas kalimat-kalimat atau ujaran-ujaran yang mendahului dan mengikuti ujaran tertentu dalam suatu peristiwa komunikasi, konteks linguistic itu juga disebut dengan istilah koteks, (4) konteks sosial yaitu relasi sosial dan latar yang melengkapi hubungan antara penutur dan mitra tuturnya. Ciri-ciri keempat jenis konteks tersebut harus dapat diidentifikasi untuk menangkap pesan si penutur. Berdasarkan paparan diatas, maka dapat diketahui bahwa hubungan teks, koteks, dan konteks memiliki keterkaitan yang sangat erat. Karena jika dalam teks tidak terdapat koteks maupun konteks maka tidak bisa disebut dengan teks. Ketiganya memiliki keterkaitan satu sama lain.
Jadi, dapat disimpulkan bahwa teks merupakan sesuatu yang abstrak yang didalamnya mengandung kata, kalimat, makna serta situasi. Sebuah teks harus mengandung koteks dan konteks dimana koteks merupakan sesuatu yang mengikuti teks yang bersifat sejajar, dan konteks merupakan pemahaman tentang koteks atau makna dari teks maupun koteks tersebut.

Contoh           
“Selamat Datang di Kota Jombang dan Selamat Jalan”
Kalimat “Selamat Datang di Kota Jombang” merupakan teks, kemudian “Selamat Jalan” merupakan koteks, dimana kalimat tersebut mengikuti kalimat yang pertama. Kemudian makna atau konteksnya yaitu bahwa si pembaca telah memasuki suatu area yang baru atau daerah yang dituju.

Sumber:
Rani, Abdul. Dkk. 2006. Analisis Wacana Sebuah Kajian Bahasa dalam Pemakaian. Jawa Timur: Bayumedia Publishing.

Shiffrin, Debora. 2007. Ancangan Kajian Wacana. Yogyakarta: Pustaka Belajar.


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Klasifikasi morfem dan Morfem dasar, pangkal, dan akar

NAMA             : SYIFA LAILATUL M KELAS            : BAHTRA 2015 A NIM                 :156068   1.      Klasifikasi morfem Dalam kajian morfologi biasanya dibedakan dengan beberapa morfem berdasarkan kriteria tertentu, antara lain: a.       Morfem bebas dan terikat Morfem ini dibedakan berdasarkan kebebasannya untuk dapat digunakan langsung dalam pertuturan. Morfem bebas adalah morfem yang dapat berdiri sendiri yaitu bisa terdapat sebagai suatu kata . Contoh morfem {makan}, {satu}. Sedangkan morfem terikat adalah morfem yang tidak terdapat sebagai kata tetapi selalu dirangkaikan dengan satu atau lebih morfem yang lain menjadi satu kata. Contoh {bersatu}. (Verhaar: 1992, 52-53) Morfem bebas dapat digunakan langsung da...

KONVERSI, MODIFIKASI INTERNAL, DAN SUPLESI

NAMA             : SYIFA LAILATUL M KELAS            : BAHTRA 2015 A NIM                 : 156068 KONVERSI, MODIFIKASI INTERNAL, DAN SUPLESI a.       Konversi Berdasarkan Abdul Chaer (2008: 235-247) Konversi merupakan proses pembentukan kata dari sebuah dasar berkategori tertentu menjadi dasar berkategori lain tanpa mengubah bentuk fisik dari dasar itu. Contoh: Petani membawa cangkul ke sawah. (kalimat pertama) Cangkul dulu tanah itu, baru ditanami. (kalimat kedua) Kalimat pertama merupakan kalimat yang bermodus deklaratif berkategori nomina, sedangkan pada kalimat kedua merupakan kalimat imperative berkategori verba. Masalah kita sekarang mengapa hal ini   bisa terjadi, sebuah nomina tanpa perubahan fisik menjadi sebuah verba, walaupun dalam modus kalimat yang ...

REDUPLIKASI

NAMA             : SYIFA LAILATUL M NIM                 : 156068 KELAS            : BAHTRA 2015 A REDUPLIKASI             Reduplikasi merupakan peristiwa pembentukan kata dengan jalan mengulang bentuk dasar, baik seluruhnya maupun sebagian, baik bervariasi fonem maupun tidak, baik berkombinasi dengan afiks maupun tidak. (Masnur Muslich: 1990,48) Reduplikasi atau perulangan merupakan proses pengulangan kata atau unsure kata. Reduplikasi merupakan proses penurunan kata dengan perulangan utuh maupun sebagian. Reduplikasi dapat dibagi menjadi beberapa, antara lain: 1.      Reduplikasi Fonologis Menurut Abdul Chaer (2008: 179) reduplikasi fonologi berlangsung terhadap dasar yang bukan akar atau bentuk yang statusnya lebih ...